Amerika Serikat resmi menghidupkan kembali North Field, pangkalan udara bersejarah di Pulau Tinian, Kepulauan Mariana Utara. Dikenal sebagai lokasi peluncuran pesawat B-29 Enola Gay dan Bockscar yang menjatuhkan bom atom ke Hiroshima dan Nagasaki pada 1945, pangkalan ini kini mendapat “nafas baru” dalam konteks militer modern.
Proyek ini bernilai sekitar 409 juta dolar AS dan akan mencakup perbaikan landasan pacu, taxiway, apron, serta fasilitas pendukung. Langkah ini bukan sekadar restorasi sejarah, tetapi bagian dari strategi militer baru Amerika yang disebut Agile Combat Employment (ACE), yakni penyebaran aset udara ke berbagai lokasi untuk mengurangi kerentanan dan menjaga kontinuitas operasi jika pangkalan utama lumpuh.
Menghadapi Ancaman di Pasifik?
Pembangunan kembali Tinian bukan proyek biasa. Lokasinya sangat strategis, sekitar 2.500 km dari daratan utama China dan relatif dekat dengan Taiwan, Filipina, dan Jepang. Dalam strategi pertahanan Amerika, Tinian berfungsi sebagai divert airfield atau pangkalan cadangan jika Andersen Air Force Base di Guam menjadi target serangan rudal.
Konsep ACE yang diusung Angkatan Udara AS bertujuan membagi kekuatan ke banyak titik, membuat perencanaan serangan musuh menjadi lebih sulit. Dengan jalur logistik yang lebih pendek dan lokasi yang tersebar, pasukan udara AS dapat tetap beroperasi meski satu pangkalan utama lumpuh.
Pembangunan Besar-Besaran
Selain North Field, AS juga membangun Divert Airfield baru di dekat bandara komersial Tinian dengan nilai proyek sekitar 22 juta dolar AS. Landasan ini dirancang sebagai fasilitas pendaratan darurat dan pangkalan sementara untuk operasi militer maupun kemanusiaan.
Total, Kepulauan Mariana Utara menjadi tuan rumah proyek militer bernilai miliaran dolar AS, termasuk pembangunan pelabuhan militer, gudang logistik, dan area latihan. Proses pengerjaan infrastruktur dimulai pada akhir 2023, dengan target sebagian besar fasilitas siap digunakan pada 2027.
Latar Belakang Sejarah yang Berat
Pulau Tinian memiliki sejarah militer yang sarat makna. Pada Perang Dunia II, pangkalan ini menjadi pusat operasi udara AS di Pasifik, dengan landasan pacu yang mampu menampung ratusan pesawat pembom jarak jauh. Di sinilah misi pengeboman atom terhadap Jepang dimulai, mengubah jalannya perang sekaligus meninggalkan luka sejarah yang dalam.
Kini, kebangkitan Tinian di era modern membawa pesan berbeda: bukan lagi simbol akhir perang dunia, tetapi bagian dari persiapan menghadapi potensi konflik baru di Pasifik.
Isyarat untuk Beijing
Pengamat pertahanan melihat langkah ini sebagai sinyal jelas kepada Beijing. Dengan meningkatnya ketegangan di Laut China Selatan dan kemungkinan konflik seputar Taiwan, AS memperluas jangkauan militernya hingga ke titik-titik strategis di Second Island Chain.
China sendiri telah mengembangkan kemampuan rudal balistik jarak menengah yang dapat menjangkau Guam. Dalam skenario serangan, Tinian bisa menjadi alternatif yang sulit diprediksi oleh intelijen musuh. Kehadiran pangkalan ini memperbesar “ruang bermain” AS di kawasan, sekaligus memberi tekanan psikologis kepada Beijing.
Dampak ke Masyarakat Lokal
Tidak semua warga Tinian menyambut gembira proyek ini. Memang, ada dampak ekonomi positif seperti lapangan kerja, kontrak konstruksi, dan pemasukan dari pengeluaran pasukan. Namun, sisi lain yang muncul adalah kenaikan harga tanah dan rumah secara drastis dari rata-rata 80.000 dolar menjadi 180.000 dolar dalam beberapa tahun terakhir.
Hotel-hotel penuh hingga tiga tahun ke depan karena pekerja konstruksi dan personel militer, membuat sektor pariwisata kesulitan mendapatkan akomodasi. Selain itu, warga mengeluhkan minimnya komunikasi dari pihak militer terkait dampak lingkungan, ketersediaan air bersih, dan infrastruktur sipil seperti rumah sakit.